Komodo jatuh cinta part 10
Setelah pesta kelulusan yang absurd itu, gue kira kehidupan bakal balik normal. Tapi tentu aja, itu cuma harapan palsu.
Hari ini, Supirmin—eh, Nikita—nge-chat gue dengan teks kapital semua:
"ADE! JANGAN KEMANA-MANA! AKU MAU TRAKTIR SEMUA TEMEN KELAS DI MALL!"
Gue masih setengah sadar baca pesan itu. Tapi begitu buka grup WA kelas, gue lihat hampir semua temen sekelas udah siap-siap.
Yanita ngetik di grup:
"Ini traktiran beneran atau kita bakal kampanye akbar salah satu parpol?"
Gue langsung ngakak. Supirmin terkenal absurd, tapi kali ini kayaknya dia serius.
---
Perjalanan ke Mall Mewah
Siang itu, bus mewah udah nunggu di depan sekolah. Ada AC dingin, kursi empuk, dan… pelayan yang nganterin minuman?
"Silakan, Mas Ade," kata pelayan itu sambil nyodorin jus jeruk di gelas kristal.
Gue noleh ke Supirmin. "Min, lo sewa bus apaan ini? Gue kira kita naik angkot bareng."
Supirmin cuma nyengir. "Aku kan anak crazy rich, harus totalitas dong!"
Yanita di sebelah gue cuma bisa geleng-geleng. "Gue nggak pernah liat traktiran yang kayak gini."
Sesampainya di mall, suasana makin absurd. Supirmin langsung masuk dengan langkah anggun, diikuti anak-anak kelas 6 yang norak—termasuk gue.
"Selamat datang di tempat perbelanjaan favoritku," katanya bangga.
Yanita nyenggol gue. "Ade, ini pertama kalinya gue ke mall yang ada karpet merah di pintu masuknya."
Gue ngangguk. "Gue juga, nita. Gue biasanya ke mall sering di usir, di kirain mau mulung."
---
Misi Kado Misterius
Setelah traktir temen-temen makan, Supirmin ngajak gue ke toko khusus yang super mahal.
"Aku mau beli kado buat kamu, pangeran ade!" katanya semangat.
Gue langsung waspada. "Ehm… Kado apaan, Min?"
Dia cuma nyengir misterius. "Rahasia!"
Yanita, yang dari tadi ikutan, curiga. "Jangan-jangan dia mau beliin lo termos pink."
Gue langsung merinding. "Gue nggak sanggup kalau harus punya koleksi termos juga."
Tapi ternyata, Supirmin beliin gue... sebuah kotak kecil, dibungkus rapi dengan pita emas.
"Ini spesial buat kamu, pangeran," katanya sambil menyerahkan kado itu.
Gue buka perlahan. Begitu lihat isinya, gue kaget bukan main.
Di dalam kotak ada…kunci SEPEDA LISRIK !
"Min… Ini beneran?" gue melongo.
Supirmin ketawa. "Iya dong! Aku tau kamu suka numpang boy naik sepeda, jadi aku beliin satu buat kamu!"
Gue nggak bisa ngomong. Satu-satunya sepeda yang pernah gue naikin adalah sepeda boy yang selalu ngerem mendadak, di sertai helm lusuh bau kandang badak.
Yanita di sebelah gue terdiam, terus tiba-tiba nyeletuk. "Ade… Ini hadiah paling nggak masuk akal yang pernah gue lihat."
Gue masih kebingungan. "Tapi Min, gue masih bocil. Seriusan ini ngasih sepeda?"
Supirmin berkedip genit. "Santai aja, untuk pangeran apapun aku kasih"
Mata gue langsung kelilipan. Yanita cuma manyun.
Gue langsung pusing. nikita bener-bener levelnya beda.
---
Epilog: Kehidupan Baru yang Lebih Absurd
Sepulang dari mall, gue masih belum bisa mencerna semua kejadian hari itu. Dari naik bus mewah, traktiran sultan, sampai dapet sepeda listrik dari Supirmin. Semua terlalu absurd buat hidup gue yang biasanya cuma berkutat di antara mie instan, PR matematika, dan nunggu wifi tetangga stabil.
Tapi yang paling bikin gue kepikiran justru bukan hadiahnya.
Melainkan tatapan Yanita waktu Supirmin ngasih gue kado itu.
Tatapan yang... kayak ada sesuatu di dalamnya.
Sesuatu yang gue belum ngerti.
Gue kepikiran sepanjang perjalanan pulang. Yanita bukan tipe orang yang gampang terkejut. Dia anaknya santai, selalu bisa ngeledekin keadaan, dan nggak gampang baper. Tapi tadi, dia diem cukup lama sebelum akhirnya nyeletuk.
Gue nebak-nebak sendiri di kepala.
Mungkin dia kesel karena Supirmin terlalu norak.
Mungkin dia shock karena traktiran Supirmin setara budget konser K-pop.
Atau... mungkin karena sesuatu yang lain?
Pas gue turun dari bus, gue liat Yanita masih duduk di kursinya, tatapannya kosong ke luar jendela. Gue pengen nanya, tapi sebelum sempet buka mulut, Boy udah lompat turun sambil ngibasin rambut.
"DEEE!! Besok kita jalan-jalan lagi nggak?! Ini pengalaman luar biasa, aku kayak jadi artis Korea tadi!"
Gue cuma bisa ngakak. "Boy, lo tadi makanin sisa chicken wing di meja orang, lo lebih mirip figuran di sinetron Indosiar."
Yanita akhirnya senyum dikit denger ledekan gue, tapi tetap nggak banyak ngomong.
Hari-Hari Baru yang Penuh Tanda Tanya
Malamnya, gue rebahan di kasur sambil main HP. Grup kelas rame bahas kejadian hari ini. Ada yang masih kagum sama Supirmin, ada yang sibuk upload story, ada juga yang ngitung total belanjaan Supirmin dan mulai curiga dia anaknya sultan minyak.
Gue males ikutan ribut, jadi gue langsung buka chat pribadi gue sama Yanita.
Gue: Nita, lo kenapa tadi diem aja?
Pesan terkirim. Tapi centang satu.
Biasanya Yanita cepet bales, tapi kali ini nggak.
Gue nunggu beberapa menit. Lalu sejam.
Lalu dua jam.
Sampai akhirnya HP gue geter.
Yanita bales.
Yanita: Ade... kita bisa ketemu besok? Ada yang mau gue omongin.
Jantung gue langsung berdebar aneh.
Gue nggak ngerti kenapa, tapi firasat gue bilang... ini bukan obrolan biasa.
Dan entah kenapa, gue nggak yakin gue siap buat denger apa yang bakal Yanita bilang besok.
To be continued…
Posting Komentar