. Komdo jatuh cinta part 55 (first weekend)

Komdo jatuh cinta part 55 (first weekend)

Daftar Isi



"Weekend Pertama"

Setelah pertemuan penuh emosi di kafe vintage itu, sebuah keputusan besar diam-diam diambil.


Nita, Nikita, dan Mutiah Muslimah sepakat:

Mereka akan saling memberi kesempatan.

Weekend pertama buat Mutiah, karena dia udah tinggal serumah sama gue.

Weekend kedua giliran Nikita, si dokter elegan nan absurd.

Dan weekend ketiga jadi milik Nita, sang pujangga yang diam-diam galau.

Satu aturan mereka sepakat diam-diam: "Jangan kasih tahu gue."

Biarkan gue memilih dengan hati.

Biarkan waktu dan kebersamaan yang menentukan.

---

Sabtu, Weekend Pertama – Mutiah Muslimah Time


Gue bangun agak siang. Sinar matahari masuk dari sela jendela, tapi aroma nasi goreng udah lebih dulu nyeruduk hidung.


Gue keluar kamar, ngucek mata, dan liat pemandangan yang bikin jantung deg-degan:


Mutiah Muslimah, wanita termanis dengan daster ungu pastel, jilbab nya yg selalu bikin dia makin cantik, lagi masak sambil senyum-senyum kecil. Aura calon istri banget.


“Mut... tumben masak jam segini? Tumben juga dapur nggak gosong,” goda gue sambil nyubit roti tawar.


“Biasa, hari spesial,” jawab Mutiah sambil nyengir kalem. “Kan weekend pertama...”


Gue mengernyit. “Hah? Weekend pertama apaan?”


“Eh... enggak, maksudku... weekend pertama di bulan ini. Hehe. Hari produktif ceria~”


Gue curiga, tapi nggak terlalu mikir. Mungkin Mutiah lagi PMS. Atau lagi bahagia karena sambel buatannya disukai kucing tetangga.


Siang harinya, kita duduk berdua di ruang tamu. Nonton film korea, bahas karakter sambil ngemil kripik pisang.


“De... kalo lo jadi pahlawan super, lo pengen punya kekuatan apa?”


“Kekuatan buat ngerti isi hati lo.”


Mutiah langsung noleh. “Hah?”


“Eh, maksud gue... ngerti isi hati cewek. Kan susah banget nebaknya.”


Mutiah ketawa. Tapi matanya berkaca.

Dia tahu... malam ini bisa jadi momen paling penting.


---


Malam Hari


Hujan turun deras. Petir menyambar. Listrik padam.


“Waduh...” kata gue. “Ini kenapa kayak adegan sinetron Indosiar jam 3 sore?”


Kita duduk di ruang tamu, dibalut satu selimut. Hening. Hujan jadi backsound. Angin masuk dari celah jendela, bikin suasana makin sendu.


Tiba-tiba...


Mutiah nyender. Lalu... meluk gue pelan.


“Aku takut petir...” bisiknya lirih.


Gue nyalain flash kamera HP. Cuma buat lihat wajah Mutiah.


Sinar dari flash nyorot ke wajah yang... lembut banget. Matanya bening. Bibirnya gemetar.


“Mut...”

“Iya...?”


" Jujur.. Aku suka kamu mutiah. Dari pertama kita ketemu,, waktu SMP, aku lomba azan untuk kamu... Dan sekarang aku jatuh cinta lagi ke kamu..Bukan karena kamu cantik... tapi karena kamu ngurusin aku dan rumah ku tanpa ku minta. Itu cinta yg tulus.”


Mutiah senyum sambil meluk lebih erat.


“Aku juga suka kamu dari kita kecil. Kamu itu orang nya polos, baik dan mata nya sipit kayak oppa oppa Korea gitu.. Tapi bukan karena kamu ganteng. Tapi karena kamu selalu ngomel kalau aku naruh garam kebanyakan, tapi tetep habisin makanan yang aku masak.”


Kita diam. Tapi mata bicara.


Dan... ciuman pertama terjadi.

Hangat. Lembut. Dengan suara hujan sebagai saksi.

Setelahnya, kita masih saling peluk. Sampai akhirnya tertidur berdua di ruang tamu.

---


Pagi Hari


Gue bangun dengan kepala di pangkuan Mutiah.

Dia masih tidur. Bibirnya sedikit terbuka, napasnya tenang.

Gue coba usilin dia, dengan pelan-pelan cium bibir nya. 

Mutiah langsung balas ciuman gue sambil cubit perut gue. 

Gue bisik pelan, “Weekend pertama... kok adem banget ya?”

" Iya karna hari ini kita resmi pacaran"

Mutiah kembali memberikan senyum termanis ke gue. 

"Aku bikin sarapan dulu ya kanda"

"Kanda..? " Gue agak kaget. 

"Iya kanda, panggil aku dinda ya " Mutiah kembali cium pipi gue. 

Dan gue masih belum tahu...

Weekend kedua bakal jauh lebih... “hectic”

Karena giliran Nikita si dokter absurd, dengan drama helikopter dan croissant isi dendam.



---

To be continue

Posting Komentar