. Komodo jatuh cinta eps 54 (kafe)

Komodo jatuh cinta eps 54 (kafe)

Daftar Isi



Pagi itu langit mendung. Di sebuah kafe kecil bernuansa vintage, dua wanita duduk berhadapan.

Nita wanita tercantik memegang cangkir teh manis yang uapnya menari pelan. Di depannya, Nikita Firza , dokter muda, anak crazy rich, dan... rival cinta dalam diam.

"Thanks ya, Nik... udah mau dateng," kata Nita lirih.

Nikita mengangguk sopan. Rambutnya disanggul rapi, wajahnya seperti biasa: elegan tapi santai.

"Ada apa, Nit? Biasanya lo cuma WA ‘wkwk’ doang. Ini tiba-tiba ngajak ketemu, pasti ada yang berat."

Nita menghela napas. Lama. Kayak napas terakhir sebelum diving ke laut cinta tak berdasar.

"Aku baca surat dari Ade."

Nikita diem. Tangannya berhenti ngaduk kopi.

"Surat itu... tulus banget, Nik. Kayak... bukan cuma surat cinta, tapi jeritan hati seseorang yang ngerasa ditinggal."

“Hmm... jadi kamu mulai ragu sama Hardi?” Nikita menatap tajam, tapi nada suaranya tetap tenang.

Nita ngangguk, pelan.

“Aku gak tahu... Hardi itu baik, gentle, tapi... dia gak pernah nulis surat kayak gitu. Gak pernah bilang ‘aku kangen kamu kayak langit kangen bulan’. Gak pernah.. Dan apakah hardi bisa setulus ade.. Aku juga ragu”

Nikita senyum simpul. Ada getir di sana.

“Gue tau perasaan itu, Nit. Surat dari Ade bukan cuma ke lo. Gue juga pernah dapet. Dulu. Waktu gue kabur ke Jepang buat kuliah. Suratnya dia yang bikin gue balik."

Nita terdiam. Matanya melebar.

“Lo... sama Ade?”

Nikita ngangguk pelan.

“Lebih dari sekadar teman. Dulu gue pikir gue punya dunia sendiri. Tapi dunia itu... kosong. Kosong tanpa dia.”

Nita menunduk. Cangkir tehnya udah dingin. Tapi dadanya justru makin panas.

“Aku nggak tahu, Nik... aku cuma pengen tau, siapa sebenernya yang paling berarti buat dia?”

“Gue juga pengen tau,” jawab Nikita pelan.

Lalu diam.

Sampai Mutiah datang. Tanpa suara, tapi langsung duduk di samping mereka.

Mukanya tenang. Tapi tatapannya dalam, kayak habis salat tahajud sambil nangis.

“Aku juga sayang dia.”

Nita dan Nikita sama-sama kaget.

Mutiah pelan-pelan membuka masker nya, terlihat senyum paling manis yg indah, wajahnya keliatan capek tapi justru makin terlihat lembut.

“Selama dia perang sama Joker, aku tinggal di rumahnya. Aku nyuci bajunya. Masak buat dia. Berdoa tiap malam biar dia selamat. Aku mungkin bukan wanita cantik, bukan juga dokter, atau anak orang kaya... tapi aku sayang dia, bukan karena siapa dia. Tapi karena dia... ya dia.”

Semua terdiam.

Nikita menatap Mutiah. Ada luka. Tapi juga hormat.

Nita menghela napas panjang.

“Jadi... sekarang kita bertiga... nunggu jawaban dari orang yang sama?”

Mutiah tersenyum tipis.

“Bukan cuma nunggu. Aku akan tetap berjuang.”

Nikita mengangguk. “Gue juga.”

Nita menatap keluar jendela. Langit masih mendung.

Dan pagi itu, tiga hati perempuan... saling bicara tanpa suara.

Cinta bisa membuat manusia bertarung. Tapi juga membuat mereka tumbuh.


Bersambung.... 

---

Posting Komentar