Komodo Jatuh Cinta eps 72 (ALLIED?)
PAGI HARI – BASECAMP DADAKAN
Gue dan Rangga duduk saling membelakangi di ruang tamu. Meja penuh kopi sachet, peta GPS dari jam tangan, dan laptop nyala di tengah.
Tapi suasananya...
Super tegang dan childish.
Gue:
“Gue gak percaya harus satu tim sama mantan polisi yang doyan kabur.”
Rangga (nyeruput kopi):
“Dan gue juga gak percaya harus kerja bareng tentara yang gayanya sok pahlawan. Serius mulu. Hidup lo tuh kayak sinetron jam lima sore.”
Gue:
“Gue emang serius. Soalnya misi ini serius. Bukan warung kopi.”
Rangga:
“Santai lah. Nih liat nih...”
Dia buka HP, terus nunjukin foto cewek cantik gaya K-pop duduk di kafe mahal.
Rangga:
“Pacar gue, bro. Cantik, kan?”
Gue ngintip. Terus nyengir.
“Woy... ini kan Irene Red Velvet. Lo googling ‘cewek cakep Korea’ terus crop fotonya, ya?”
Rangga (panik, langsung tutup galeri):
“Bukan! Ini... ini... ya mirip doang!”
Gue:
“Yakin? Gue juga bisa nunjukin foto gue bareng Avanza, terus bilang itu mobil pribadi.”
Rangga (ngelirik):
“Sirik karena pacar lo kayaknya gak sekelas ini, ya?”
Dan tiba-tiba...
VC MASUK – DARI: YANITA 🥀📞
Gue langsung angkat, suara gue berubah 180 derajat.
Gue (lembut banget):
“Halo, Nita...”
Yanita (senyum hangat):
“Aku tahu kamu lagi sibuk. Tapi aku cuma mau bilang... aku bangga punya kenangan sama kamu. Dan kalau bisa... aku mau nambah satu lagi.”
Gue:
“Apa itu?”
Yanita:
“Kenangan bahwa... kamu pulang dalam keadaan hidup.”
Gue tersenyum.
“Iya... demi kamu, aku pulang utuh. Kalau perlu, utuh plus bonus senyum manis.”
Yanita:
“Dih, gombal. Tapi aku suka.”
Call selesai.
Rangga (nyeruput kopi keras banget):
“B aja tuh.”
Gue:
“Ngaku aja lo iri.”
Rangga:
“Enggak... ya dikit sih...”
Dan tiba-tiba...
VC MASUK LAGI – DARI: MUTHIAH 💐🐣
Gue buru-buru angkat.
Muthiah langsung muncul pakai kerudung, muka tanpa makeup tapi senyum tulus.
Muthiah:
“Aku tadi ngeliat jam tangan kamu aktif. Kanda... kamu baik-baik aja?”
Gue:
“Baik banget. Apalagi liat kamu.”
Muthiah:
“Kanda... kamu harus janji ya. Jangan terlalu percaya sama orang baru. Apalagi kalo orangnya suka minggat dan gak mau ngaku dia ngiler liat aku.”
Rangga (dalam hati):
Tembak langsung, Mak!
Gue:
“Iya... aku janji. Aku cuma percaya sama satu hal sekarang. Kamu.”
Muthiah:
“Dan satu lagi... jangan lupa makan. Jangan cuma nembakin musuh, tapi juga nembakin hatiku tiap hari.”
Gue ngakak.
Gue:
“Kena. Muthiah udah mulai jago ngerayu.”
VC selesai. Hening. Rangga narik napas.
Rangga:
“Oke. Gue akui. Cewek lo... wow. Gue hampir pensiun dari cinta tadi.”
---
BEBERAPA SAAT KEMUDIAN – MASIH DI RUANG TAMU
Peta GPS terbuka. Kedua tangan gue sama Rangga udah mulai tunjuk-tunjuk lokasi.
Gue:
“Kita masuk dari arah timur. Senyap. Formasi segitiga taktis. Dua titik sniper dan satu backdoor.”
Rangga:
“Gak usah ribet. Kita jebak mereka di satu tempat. Gue punya koneksi yang bisa nge-trace nomor Joker. Polisi lebih efisien.”
Gue:
“Polisi? Kalau efisien, kenapa lo dipecat?”
Rangga:
“Setidaknya gue gak perlu instruksi buat nyelametin orang yang gue sayang.”
Gue:
“Gue juga gak butuh instruksi. Tapi gue butuh rencana, bukan impuls.”
Rangga:
“Lo tuh kayak komandan yang lagi nahan boker. Tegang terus.”
Gue:
“Dan lo tuh kayak pelatih taekwondo yang kerja paruh waktu jadi stand up comedy.”
Rangga:
“Eh, tapi lucu kan?”
Gue:
“Gue kesel tapi ketawa, anjir.”
---
TIBA-TIBA TELEPON BERDERING – NAMA DI LAYAR: PAPA NIKITA
Gue angkat.
Papa Nikita (nada tenang tapi tajam):
“Ade, saya tahu kamu dan Rangga gak akur. Dari awal saya udah prediksi ini.”
Gue & Rangga:
“Lho?!” secara bersamaan
Papa Nikita:
“Tapi saya juga tahu... musuh besar hanya bisa dikalahkan oleh dua kepala keras yang akhirnya... saling butuh.”
Rangga:
“Kami gak saling butuh, Pak.”
Gue:
“Setuju. Kami hanya... kebetulan ada di misi yang sama.”
Papa Nikita:
“Dan itulah yang saya tunggu. Nih, saya kirim map. Lokasi terakhir Nikita. Jam tangan GPS-nya aktif satu kali tadi sore. Setelah itu hilang.”
(MAP MASUK KE HP)
Papa Nikita:
“Kami masih cari opsi uang tebusan ke Joker. Tapi... saya tetap siapkan rencana B: serang markas mereka. Dan kalian berdua... adalah eksekutor.”
Gue:
“Siap.”
Rangga:
“Ya... gue ikut. Tapi kalau ada yang drama, gue tinggal.”
Papa Nikita (ngikik kecil):
“Kalian cocok banget. Kayak Tom and Jerry tapi bersenjata.”
Telepon ditutup.
---
Gue liat peta. Rangga juga.
Gue tarik napas.
“Gue butuh waktu satu hari lagi.”
Rangga:
“Buat apa?”
Gue:
“Ada satu orang. Dia bukan tentara. Tapi dia bisa bantu kita. Kalau dia mau ikut... kemungkinan kita berhasil 78,9 persen.”
Rangga:
“Dan kalau dia nolak?”
Gue:
“Ya... minimal kita masih bisa bikin Joker kaget sama duet kita.”
Rangga:
“Duet apaan, dangdut?”
---
TO BE CONTINUED...